JAKARTA – Indonesia memiliki jumlah tenaga kerja konstruksi yang cukup banyak. Sayangnya, sebagian besar belum bersertifikasi. Hal ini membuat investor asing lebih memilih mendatangkan tenaga kerja dari luar negeri.
Jika kondisi tersebut dibiarkan, maka tenaga kerja konstruksi lokal tak akan mendapat tempat mengerjakan proyek – proyek konstruksi dalam negeri.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yusid Toyib mengatakan, saat ini jumlah proyek konstruksi di Indonesia sangat besar mengingat pemerintah tengah menggenjot pembangunan infrastruktur. Jadi, membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan mumpuni.
“Hal ini akan berbahaya, karena kalau tidak maka kita akan jebol. Nah, dengan tenaga kerja bersertifikat, maka kualitas tenaga kerja (konstruksi) akan bertambah,” ujar Yusid.
Dia mengatakan, saat ini jumlah tenaga kerja konstruksi yang ada di Indonesia sebanyak 7,2 juta orang. Namun, yang memiliki sertifikasi baru sebanyak 5% atau sekitar 18 ribu tenaga kerja konstruksi.
“Untuk menggenjot tenaga kerja konstruksi lokal agar memiliki sertifikasi, kami akan menjemput bola dengan mendatangi perusahaan-perusahaan konstruksi dan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dilakukan tes agar mendapat sertifikasi,” katanya.
Saat ini, lanjut Yusid, pihaknya tengah melakukan kerja sama dengan negara-negara ASEAN untuk kesetaraan sertifikasi. Hal ini agar tenaga kerja yang telah memiliki sertifikasi di satu negara dapat pula bekerja di negara ASEAN lain.
“Jadi, sertifikasi yang dikeluarkan oleh Indonesia dan sertifikasi yang dikeluarkan oleh (negara-negara) ASEAN sama. Yang memiliki sertifikasi jika dia bekerja di negara ASEAN lainnya tidak akan dianggap remeh dan akan mendapat gaji yang lebih tinggi (dibandingkan yang tidak memiliki sertifikasi). Ini yang akan kita genjot,” pungkas Yusid.